BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsep dan
Konsepsi
Istilah
konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami.
Aristoteles dalam "The classical theory of concepts" menyatakan bahwa
konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan
filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran
mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga
sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam
kharakteristik.
Berbagai
pengertian konsep dikemukan oleh beberapa pakar. Konsep didefinisikan sebagai
suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama.
Konsep diartikan juga sebagai suatu abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang
mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan manusia untuk berpikir.
Pengertian konsep yang lain adalah sesuatu yang umum atau representasi
intelektual yang abstrak dari situasi, obyek atau peristiwa, suatu akal pikiran,
suatu ide atau gambaran mental. Suatu konsep adalah elemen
dari proposisi
seperti kata
adalah elemen dari kalimat.
Konsep adalah abstrak di mana mereka menghilangkan perbedaan
dari segala sesuatu
dalam ekstensi,
memperlakukan seolah-olah mereka identik. Konsep adalah universal di mana
mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap extensinya.
Sebelum siswa mempelajari suatu konsep, siswa sudah memiliki
konsepsi terhadap konsep yang akan dipelajari. Konsepsi tersebut terus
berkembang dari pengalaman belajar mereka sehari-hari dalam memahami gejala
atau fenomena alam, maupun dari pengalaman belajar mereka pada jenjang
pendidikan sebelumnya. Menurut Duit,
konsepsi adalah representasi mental mengenai ciri-ciri dunia luar atau
domain-domain teoritik. Konsepsi merupakan perwujudan dari interpretasi
seseorang terhadap suatu obyek yang diamatinya yang sering bahkan selalu muncul
sebelum pembelajaran, sehingga sering diistilahkan konsepsi prapembelajaran.
Konsepsi prapembelajaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
prakonsepsi (preconception) dan miskonsepsi (misconception). Prakonsepsi adalah
konsepsi yang berdasarkan pengalaman formal dalam kehidupan sehari-hari,
sedangkan miskonsepsi adalah salah pemahaman yang disebabkan oleh pembelajaran
sebelumnya dan kesalahan yang berkaitan dengan prakonsepsi pada umumnya.
Prakonsepsi ini bersumber dari pikiran siswa sendiri atas pemahamannya yang
masih terbatas pada alam sekitarnya atau sumber-sumber lain yang dianggapnya
lebih tahu akan tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
B. Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi atau salah konsep
merupakan konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian
yang diterima para ilmuwan pada bidang yang bersangkutan. Novak, menyatakan
bahwa prakonsepsi yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah disebut dengan
miskonsepsi. Brown, memandang miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan
mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan
konsepsi ilmiah. Fowler memandang miskonsepsi sebagai suatu pengertian yang
tidak akurat terhadap konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi
contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan
konsep-konsep yang tidak benar. Bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan
konsep, hubungan yang tidak benar antar konsep, dan gagasan intuitif atau pandangan
yang naif.
Miskonsepsi pada siswa yang muncul
secara terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Pembelajaran
yang tidak memperhatikan miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya
akan bermuara pada rendahnya prestasi belajar mereka. Pandangan tradisional
yang menganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran
guru ke pikiran siswa perlu digeser menuju pandangan konstruktivisme yang
berasumsi bahwa pengetahuan dibangun dalam diri siswa.
Secara khusus diperlukan perubahan
pola pikir yang digunakan sebagai landasan pendidikan. Pada umumnya kegiatan
belajar mengajar lebih menekankan pada pengajaran dari pada pembelajaran.
Pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam kemampuan, sikap, atau perilaku
siswa yang relatif permanen sebagai akibat dari pengalaman atau pelatihan. Pola
pikir pembelajaran pun perlu diubah dari sekedar memahami menuju pada penerapan
konsep dan prinsip keilmuwan. Dalam pilar-pilar pembelajaran dari UNESCO,
selain terjadi learning to know (pembelajaran untuk tahu), juga harus
terjadi learning to do (kemampuan untuk berbuat). Pembelajaran terfokus
pada siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Dalam
menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran, pada saat
munculnya miskonsepsi, guru menyajikan konflik kognitif sehingga terjadi
ketidakseimbangan (disekualibrasi) pada diri siswa. Konflik kognitif
yang disajikan guru, diharapkan dapat menyadarkan siswa atas kekeliruan
konsepsinya dan pada akhirnya mereka merekonstruksi konsepsinya menuju konsepsi
ilmiah.
Miskonsepsi yang dialami siswa
secara umum bersifat resisten dalam pembelajaran, sedangkan di sisi lain
anak-anak memiliki penalaran formal yang berbeda-beda.
C. Analisis sumber-sumber
miskonsepsi
Suparno menjelaskan ada lima faktor
yang merupakan penyebab miskonsepsi pada siswa, yaitu : 1) siswa, 2) guru, 3)
buku teks, 4) konteks, dan 5) metode mengajar.
1. Siswa
Miskonsepsi yang berasal dari siswa
dapat dikelompokkan dalam 8 kategori, sebagai berikut:
v Prakonsepsi atau konsep awal siswa.
Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal sebelum mereka mengikuti pelajaran di
sekolah. Prakonsepsi sering bersifat miskonsepsi karena penalaran seseorang
terhadap suatu fenomena berbeda-beda
v Pemikiran asosiatif yaitu jenis
pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap suatu konsep selalu sama dengan
konsep yang lain. Asosiasi siswa terhadap istilah yang ditemukan dalam
pembelajaran dan kehidupan sehari-hari sering menimbulkan salah penafsiran.
v Pemikiran humanistik yaitu memandang
semua benda dari pandangan manusiawi. Tingkah laku benda dipahami sebagai
tingkah laku makhluk hidup, sehingga tidak cocok.
v Reasoning atau penalaran yang tidak
lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap diperoleh dari informasi yang
tidak lengkap pula. Akibatnya siswa akan menarik kesimpulan yang salah dan
menimbulkan miskonsepsi.
v Intuisi yang salah, yaitu suatu
perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau
gagasannya tentang sesuatu tanpa penelitian secara obyektif dan rasional. Pola
pikir intuitif sering dikenal dengan pola pikir yang spontan.
v Tahap perkembangan kognitif siswa.
Secara umum, siswa yang dalam proses perkembangan kognitif akan sulit memahami
konsep yang abstrak. Dalam hal ini, siswa baru belajar pada hal-hal yang
konkrit yang dapat dilihat dengan indera.
v Kemampuan siswa. Siswa yang kurang
mampu dalam mempelajari fisika akan menemukan kesulitan dalam memahami
konsep-konsep yang diajarkan. Secara umum, siswa yang tingkat
matematika-logisnya tinggi akan mengalami kesulitan memahami konsep fisika, terlebih
konsep yang abstrak.
v Minat belajar. Siswa yang memiliki
minat belajar fisika yang besar akan sedikit mengalami miskonsepsi dibandingkan
siswa yang tidak berminat.
2. Guru
Guru yang tidak menguasai bahan atau
tidak memahami konsep fisika dengan benar juga merupakan salah satu penyebab
miskonsepsi siswa. Guru terkadang menyampaikan konsep fisika yang kompleks
secara sederhana dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman siswa. Kadang-kadang
guru mengutamakan penyampaian rumusan matematis sedangkan penyampaian konsep
fisisnya dikesampingkan. Pola pengajaran guru masih terpaku pada papan tulis,
jarang melakukan eksperimen dan penyampaian masalah yang menantang proses berpikir
siswa. Miskonsepsi siswa akan semakin kuat apabila guru bersikap otoriter dan
menerapkan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini mengakibatkan interaksi yang
terjadi hanya satu arah, sehingga semakin besar peluang miskonsepsi guru
ditransfer langsung pada siswa.
Penyampaian informasi yang kurang
jelas dan kurang lengkap yang diterima oleh siswa dalam proses belajar juga
diduga sebagai penyebab terjadinya miskonsepsi.
3. Buku Teks
Buku teks yang dapat mengakibatkan
munculnya miskonsepsi siswa adalah buku teks yang bahasanya sulit dimengerti
dan penjelasannya tidak benar. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa
yang sedang belajar dapat menumbuhkan miskonsepsi karena mereka sulit menangkap
isinya.
4. Konteks
Konteks yang dimaksud di sini adalah
pengalaman, bahasa sehari-hari, teman, serta keyakinan dan ajaran agama. Bahasa
sebagai sumber prakonsepsi pertama sangat potensial mempengaruhi miskonsepsi,
karena bahasa mengandung banyak penafsiran.
5. Metode Mengajar
Metode mengajar guru yang tidak
sesuai dengan konsep yang dipelajari akan dapat menimbulkan miskonsepsi. Guru
yang hanya menggunakan satu metode pembelajaran untuk semua konsep akan
memperbesar peluang siswa terjangkit miskonsepsi. Metode ceramah yang tidak
memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan
gagasannya sering kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi. Penggunaan analogi
yang tidak tepat juga merupakan salah satu penyebab timbulnya miskonsepsi.
Metode praktikum yang sangat membantu dalam proses pemahaman, juga dapat
menimbulkan miskonsepsi karena siswa hanya dapat menangkap konsep dari
data-data yang diperoleh selama praktikum. Metode diskusi juga dapat berperan
dalam menciptakan miskonsepsi. Bila dalam diskusi semua siswa mengalami
miskonsepsi, maka miskonsepsi mereka semakin diperkuat. Bahkan pemilihan
strategi pengajaran yang kurang tepat, misalnya penggunaan analogi yang kurang
tepat, dapat juga mengganggu proses berpikir siswa dan mendapat kesulitan dalam
memahami konsep-konsep fisika yang dipelajari.
Miskonsepsi merupakan bagian dari
pengetahuan yang dimiliki siswa dan bertentangan dengan pelajaran berikutnya,
sedemikian sehingga informasi yang baru tidak bisa terintegrasi sewajarnya dan
pemahaman siswa kurang serta miskonsepsi terhadap konsep baru tak bisa
diabaikan. Pengetahuan siswa yang miskonsepsi mendorong guru untuk menemukan
pertanyaan dan permasalahan yang bisa menciptakan ketidakpuasan ke dalam diri
siswa terhadap pandangan yang mereka miliki. Dengan demikian akan memunculkan
pengenalan gagasan ke arah situasi yang berlawanan. Ini mampu memodifikasi
siswa ke arah pandangan yang baru, yang akhirnya menuju ke perubahan konseptual
dan pemahaman konseptual.
Miskonsepsi terbentuk secara alami
dan tidak terelakkan bagian dari proses belajar. Miskonsepsi sering di bawa
siswa dari tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. Miskonsepsi bisa
berasal dari hasil pengajaran guru yang hanya mengulangi buku catatan dan tidak
mengadakan percobaan dengan kuantitas pengamatan.
Analisis sumber-sumber miskonsepsi di SMA Negeri 1
Tinggimoncong:
1.
Perangkat pembelajaran
Penyusunan perangkat pembelajaran untuk mata pelajaran
fisika dan matematika yang tidak sejalan, dapat menyebabkan terjadinya
miskonsepsi pada siswa. Dimana untuk materi vektor. Untuk menentukan posisi
dari fungsi kecepatan, ditentukan dengan mengintegralkan fungsi kecepatan
tersebut. Pada materi fisika kelas XI ini sudah dipelajari tentang
pengintegralan sedangkan untuk materi matematika tentang pengintegralan nanti
akan diajarkan pada kelas XII. Berdasarkan hal tersebut, guru fisika harus
mengajarkan terlebih dahulu mengenai pengintegralan sebelum masuk pada materi
vektor. Hal ini menyebabkan jadwal yang telah disusun pada perangkat
pembelajaran akan rancuh.
Selain itu, terkadang pula perangkat pembelajaran (RPP) yang
telah disusun itu tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi dilapangan.
Misalnya saja kita telah mengalokasikan waktu untuk kegiatan awal 5 menit,
kegiatan inti 35 menit dan kegiatan penutup 5 menit. Karena terjadinya
kegaduhan didalam kelas maka merubah apa yang telah kita susun sebelumnya.
2.
Siswa
Miskonsepsi dapat terjadi pada
siswa, diakibatkan karena konsep dasar atau konsep awal yang didapatkannya pada
jenjang pendidikan sebelumnya itu memang sudah salah.
Pada analisis miskonsepsi di SMA
Negeri 1 Tinggimoncong, kami tidak menemukan adanya miskonsepsi untuk materi
yang diajarkan pada saat itu. Tapi ketika kami mewawancarai guru yang
bersangkutan beliau mengatakan bahwa untuk beberapa materi didapati peserta
didik mengalami miskonsepsi. Contoh, mereka mengatakan bahwa berat=massa tapi
pada kenyataannya berat merupakan massa yang dipengaruhi oleh gravitasi (N)
sedangkan massa merupakan banyaknya zat yang terkandung dalam suatu materi
(Kg).
3.
Sumber Belajar
Jenis-jenis sumber belajar fisika yang digunakan di SMA Negeri
1 Tinggimoncong meliputi
v
Pemanfaatan
internet
v
Kegiatan
eksperimen yang dilakukan di laboratorium.
v Berbagai buku/literature/referensi fisika yang telah memenuhi Standar Isi
KTSP 2006,
1. Buku teks




D.
Cara
mendeteksi miskonsepsi pada siswa
1. Menurut Katu, untuk mendeteksi
miskonsepsi dapat dilakukan sebagai berikut.
a.
Memberi tes diagnostik pada awal pembelajaran atau pada
setiap akhir pembahasan. Bentuknya dapat berupa tes obyektif pilihan ganda atau
bentuk lain seperti menggambarkan diagram fisis atau vektoris, grafik, atau
penjelasan dengan kata-kata.
b.
Dengan memberikan tugas-tugas terstruktur misalnya tugas mandiri
atau kelompok sebagai tugas akhir pengajaran atau tugas pekerjaan rumah.
c.
Dengan memberikan pertanyaan terbuka, pertanyaan terbalik
(reverse question) atau pertanyaan yang kaya konteks (context-rich problem).
d.
Dengan mengoreksi langkah-langkah yang digunakan peserta
didik dalam menyelesaikan soal-soal esai.
e.
Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara lisan
kepada peserta didik.
f.
Dengan mewawancarai misalnya dengan menggunakan kartu
pertanyaan
2.
Menurut Novak diperlukan
cara-cara mengidentifikasi atau mendeteksi salah konsep (miskonsepsi) tersebut
yaitu melalui peta konsep, tes essai, interview klinis dan diskusi kelas
v Peta
Konsep (Concept Maps)
Novak
mendefinisikan peta konsep sebagai suatu alat skematis untuk merepresentasikan
suatu rangkaian konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka proposisi. Peta
itu mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antara konsep-konsep dan
menekankan gagasan-gagasan pokok. Peta konsep disusun hierarkis, konsep
esensial akan berada pada bagian atas peta. Miskonsepsi dapat diidentifikasi
dengan melihat hubungan antara dua konsep apakah benar atau tidak. Biasanya
miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan
yang lengkap antar konsep. Pearsal menyatakan bahwa dengan peta konsep kita
dapat melihat refleksi pengetahuan yang dimiliki siswa. Dengan mencermati
kompleksitas peta konsep tersebut kita dapat mendeteksi konsep-konsep mana yang
kurang tepat dan sekaligus perubahan konsepnya. Untuk lebih melihat latar
belakang susunan peta konsep tersebut ada baiknya peta konsep itu digabung
dengan interview klinis. Dalam interview itu siswa diminta mengungkapkan lebih
mendalam gagasan-gagasannya.
v Tes
Esai Tertulis Guru dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa
konsep fisika yang memang mau diajarkan atau yang sudah diajarkan. Dari tes
tersebut dapat diketahui salah pengertian yang dibawa siswa dan salah
pengertian dalam bidang apa. Setelah ditemukan salah pengertiannya, beberapa
siswa dapat diwawancarai untuk lebih mendalami mengapa mereka punya gagasan
seperti itu. Dari wawancara itulah akan kentara dari mana salah pengertian itu
dibawa
v Interview
klink,Interview klinis dilakukan untuk melihat miskonsepsi pada siswa. Guru
memilih beberapa konsep fisika yang diperkirakan sulit dimengerti siswa, atau
beberapa konsep fisika yang essensial dari bahan yang mau diajarkan. Kemudian,
siswa diajak untuk mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep di
atas. Dari sini dapat dimengerti latar belakang munculnya miskonsepsi yang ada dan
sekaligus ditanyakan dari mana mereka memperoleh miskonsepsi tersebut.
v Diskusi
dalam Kelas Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka
tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang mau diajarkan. Dari diskusi di
kelas itu dapat dideteksi juga apakah gagasan/ide mereka tepat atau tidak. Dari
diskusi tersebut, guru atau seorang peneliti dapat mengerti konsep-konsep
alternatif yang dipunyai siswa.
3.
Hal yang dilakukan oleh
guru SMA Negeri 1 Tinggimoncong dalam mendeteksi miskonsepsi terhadap peserta
didik yaitu memberikan tes awal berupa
tes lisan mengenai dasar-dasar materi yang akan dipelajari, dari jawaban tersebutlah
sehingga dapat diketahui apakah siswa tersebut salah konsep dalam memahami
materi tersebut atau tidak. Sama halnya ketika dilakukan supervisi oleh
pengawas kepada guru. Dari situlah diketahui apakah guru tersebut salah konsep
dalam memberikan materi pada peserta didik.